the fighter

My photo
I'm far away from perfection but I'm perfectly who I am. Being 17 going to be 18 is not easy sometimes. I found myself a stubborn, rebellious, and sensitive person. but i guess it's because I'm human, with heart. My passion is to chase my dreams

Thursday, September 20, 2012

fiksi

semua tulisan ini adalah fiksi
karena ini hanya ada dalam kepala saya
hanya huruf-huruf yang terangkai menjadi sebuah kata
menyatu menjadi sebuah cerita
mungkin kata yang belum sempat bersuara,
sehingga tidak punya waktu untuk menjadi nyata

yang nyata adalah,
darimana semua tulisan ini berasal
membuat suatu kata-kata,
hanya butuh hati
bukan sesuatu yang nyata
nyata, itu ada, hanya bagi saya
dan hanya saya dan Tuhan saya yang tahu itu semua..

Tuesday, September 18, 2012

Mungkin luka terbesar ketika kehilangan seseorang itu bukan "kehilangan"nya,
tapi berusaha melupakan, meninggalkan semua ruang waktu yang terbentuk dengannya
Kertas putih yang telah kamu lukis sendiri, lalu harus kamu hapus sendiri. Lihat saja bagaimana rupa kertasmu sekarang? Setelah semua tinta yang menyerap di setiap porinya dihapus paksa. 

untukmu, pria


Menyalahi mu, atas apapun kebaikan, ketulusan, yang kau usahakan,
Itu tidak selalu karena datang bulan! bodoh!
Jangan suka memukul rata satu kesimpulan berdasarkan satu keadaan, untuk semua kejadian!
Lalu kau pasti bertanya? .
Dimana salahku?
Sini, ku beritahu, salahmu, adalah mempertanyakan dimana salahmu!
Lalu kau memohon mohon maaf, agar semua drama ini selesai? . Itu kesalahanmu yang kedua.
Bukan maaf yang dibutuhkan disaat-saat seperti itu.
Karena perempuan yang sedang histeris itu hanya sedang panik merasa kehilangan dirinya.
Semua yang terlihat, mengabur, semua terasa salah!
Isi hati dan kepalanya dipenuhi dengan cinta,  semua tentangmu. Cinta yang tadinya datang sedikit demi sedikit, berucap manis berbisik, mulai mengalir deras memenuhi rongga dadanya, berteriak, beriak kencang, menggema dikepalanya, memekakkan telinga, hingga mual, ingin memuntahkan semua rasa agar sesaknya hilang...
Dia pun sebenarnya tidak mengerti apa yang dia inginkan..tapi kamu harusnya tau, dia hanya butuh ketenangan, lalu keyakinan.
Jangan kau sodorkan sekaligus dua obat itu.. satu persatu.. pelan..
Itu mengapa kami disebut perempuan.. hadapi kami dengan kelembutan.. ketenangan.. ke-hati-hati-an...
Tenangkan dia dengan satu, satu saja, pelukan, kecupan dikening, lalu ucapan..
Ucapkan,
"Jika saat ini menyendiri dariku membuatmu nyaman, maka lakukan. Tidak ada yang perlu kau takutkan perempuanku, lingkaran lenganku bukan untuk mengurungmu, tapi untuk menjagamu atas apa yang aku mengerti..jika terkadang terlalu erat, gigit lenganku, agar aku tersadar telah diperbudak rasa...kembalilah kesini dengan segera, yakini aku, sebagaimana detik ini aku telah meyakini dalam kesendirianmu, kau akan selalu temukan lagi jawaban mengapa kau mencintaiku.. :) " .
Itu saja barangkali, setidaknya untukku. :)

Monday, September 10, 2012

ada 'kamu' sejak itu


7 Februari 2012

Entah itu awal atau kali ke berapa saya bertemu dengan seseorang yang pada cerita ini akan terus saya sebut ‘kamu’. Tokoh yang barangkali beberapa bulan terakhir berperan penting dalam setiap tulisan saya. Hanya itu satu-satunya tanggal yang saya ingat hingga saat ini. Semua tau, ingatan saya payah. Sama payahnya dengan tak pernah bisa melepaskan bayangan kamu. Sejak pertemuan itu saya mulai jadi terlalu banyak minta, meminta ia mengenal namaku, meminta ia menyapaku, meminta ia sesekali mengirimkan sebuah pesan singkat untukku. Apapun isinya, jika dari kamu maka saya akan menyimpannya. Bahkan, akhir-akhir ini permintaan saya juga cukup banyak dan aneh-aneh. Minta ia memikirkanku, meminta ia balas merindukanku dan meminta ia untuk mengucapkan “Bersediakah kau menjadi istriku?"

Permintaan-permintaan bodoh memang, tapi begitulah cinta membuat pikiran-pikiran agak menjadi bodoh. Atau entah memang saya yang tak pandai menyiasati rindu. Berawal dari rasa kagum dan terus menerus menjadi suka itu menyenangkan bagi saya. Berusaha keras meyakinkan diri bahwa perasaan ini bukan cinta, namun hati tidak dapat dibohongi semakin hari semakin tidak bisa melupakannya. Saya tidak sama sekali menyesal menjatuhkan suka pada kamu, pada siapapun. Hanya kesal mengapa kau tak jua memahami kerinduanku. Atau jangan-jangan sebenarnya paham namun kau dengan sengaja mengabaikan?

Ha, apapun lah. Terkadang saya sempat berpikir bahwa ketika kita teramat sangat menyukai seseorang, kita bahkan tidak peduli apakah dia sadar atau tidak bahwa kita memiliki perasaan suka.
Tugas saya hanya menjalankan peran ‘mencintai kamu’, bagianmu, saya tidak perlu harus tahu.
Tapi belakangan saya baru bisa berpikir dengan benar, bahwa setiap kita menentukan untuk jatuh harusnya sudah berpikir resiko bagaimana harus bangun, dengan atau tanpa seseorang yang membuat kita terjatuh, bukan?

Setidaknya, ketika saya harus benar-benar bangun sendiri sebab cinta yang kita inginkan tak bisa termiliki. Saya tidak merasa sedih, karena segala sesuatu sudah diperhitungkan dengan hitung-hitungan takdir Tuhan.

kanak-kanak yang jatuh cinta


Aku melihatmu, seketika aku bahagia. Tanpa peduli apa-apa berlari mengejar langkah patah-patahmu yang masih tak beraturan.

Aku, anak kecil tanpa merasa memiliki dosa menatap bulatan hitam kedua bola matamu. Mencari kekhawatiran dan mencoba menerka dari melihat kau diam, betapa aku menanti jawaban.

Kau tersenyum manis memperlihatkan gigi-gigimu yang rapi, lalu kemudian bungkam. Kilatan cemas terpantul dari ke dua ujung matamu, ku lirik takut-takut dengan ekor mataku.

Aku, ragu-ragu perlahan menjauh. Kesendirin ku pilih, berjalan tertunduk memilin ujung rambut dan mendekap perasaan yang terasa tak lagi gaduh, serta dua tiga air mata satu-satu perlahan jatuh.

Tidak sekarang, atau barangkali nanti, mungkin juga entah dan pada akhirnya tidak ada jawaban sama sekali.

Aku gadis kanak-kanak yang selalu jatuh cinta, hanya pada satu pria.

Wednesday, September 5, 2012

gelas dan tutupnya

Setiap gelas punya bentuk yang berbeda, motif yang berbeda. Dan seharusnya tutup untuk setiap gelas itu harus pas dan cocok dengan si gelas.

Bisa jadi ada tutup yang kelihatannya pas, tapi ternyata sedikit “cuil”. Lalu ada yang sempurna, tapi motifnya beda. Tidak “matching” dengan si gelas. Jadi itu bukan tutupnya.

Tidak mungkin sebuah gelas yang bergambar Hello Kitty diberi tutup yang bergambar tengkorak, misalnya. Atau gelas yang besar diberi tutup yang kecilnya seukuran tutup botol kecap.

Jadi, kadang kita merasa telah menemukan tutup kita dan memaksakan untuk bersama tutup itu, meskipun ternyata itu bukan tutup yang dibuat untuk kita, untuk melengkapi kita.

Perkara jodoh itu memang gampang-gampang susah. Dan yang sering terjadi, kita memaksakan orang yang sebenarnya bukan diciptakan sebagai pasangan kita untuk mendampingi hidup kita. Alasannya bisa jadi karena kita tidak mau sabar menunggu sampai jodoh yang sebenarnya datang. Atau, daripada tidak ada sama sekali. Kesepian.

Kalau saya adalah sebuah gelas model ini dengan warna dan motif itu, dan kamu adalah penutup saya - mari kita saling melengkapi. Karena kita adalah ini dan itu yang sama. Bukan hanya karena kita sama-sama kesepian, tapi karena memang kita diciptakan untuk menjadi pasangan.


Es kopinya mau tambah lagi, Mas?

tidak semua

Mungkin memang tidak semua rasa harus diberi nama, karena rasa itu bukan manusia atau jalan yang memang harus diberi nama agar tidak salah sebut, tidak salah tujuan.

Dan rasa itu memang terlalu rumit untuk diberi nama. Seperti cinta, misalnya. Setiap orang punya pengertiannya sendiri tentang cinta. Semuanya benar, semuanya salah - tergantung siapa yang mengatakan, apa latar belakang orang itu, dan dari sudut pandang yang mana.

Juga rasa ini. Atau rasa yang itu.

Lalu ada kalanya kita memberi nama suatu rasa, dan ternyata kita memberi nama yang salah. Karena ada rasa yang dapat dirasakan sendiri, dan ada rasa yang sebaiknya dirasakan oleh dua orang. Dan yang terakhir itu kadang diberi nama yang berbeda oleh keduanya. Yang satu bisa saja menamakannya “cinta”, tapi yang satu lagi mungkin hanya memberinya nama “suka”. Atau yang satu memberinya nama “nyaman”, yang satu lagi memberi nama “kesepian”.

Kurang lebih seperti itu.

Jadi, apalah arti sebuah nama jika hanya untuk memberi label ke sebuah rasa yang diartikan berbeda-beda oleh pihak yang merasakannya? Atau bahkan oleh pihak yang bahkan tidak pernah memikirkan tentang rasa itu sendiri?

Ini memang rumit. Tidak sesederhana menggoreskan tinta di atas permukaan kulit.